Selasa, 27 Maret 2012

Merapi Pasca Erupsi : Bagaimana Herpetofauna Bertahan Hidup?



Tentu masih segar dalam ingatan kita, letusan besar Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010 yang lalu, yang memuntahkan material vulkaniknya sehingga merusak apapun yang dilewatinya, termasuk satwa dan tumbuhan yang ada. Herpetofauna merupakan kelompok satwa yang rentan terhadap perubahan lingkungan dan bencana alam. Sebelum erupsi Gunung Merapi tahun 2010, di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), setidaknya telah ditemukan sebanyak 20 jenis herpetofauna, dan empat diantaranya adalah endemik Indonesia. Bagaimanakah kondisi komunitas herpetofauna di TNGM paska erupsi gunung Merapi 2010?

Untuk mengungkap kondisi komunitas herpetofauna paska erupsi, pada bulan Mei-Juli 2011 dilakukan sebuah penelitian dengan melakukan survey pada kawasan yang kelas kerusakan vegetasinya karena erupsi tergolong ringan. Kawasan ini merupakan lokasi dengan potensi biodiversitas tertinggi. Meskipun sisa-sisa erupsi masih terlihat di sekitar lokasi penelitian, ternyata jenis-jenis yang ditemukan masih cukup banyak, bahkan beberapa jenis merupakan catatan baru di TNGM. Penelitian ini berhasil menemukan 15 jenis amfibi dan sembilan jenis reptil. Sebelas jenis diantaranya merupakan endemik Indonesia, termasuk jenis Megophrys montana dan Rhacophorus margaritifer yang adalah endemik jawa. Jenis Limnonectes macrodon yang saat ini tercatat dalan daftar merah IUCN sebagai rentan terhadap kepunahan juga merupakan salah satu jenis yang baru ditemukan di TNGM dan sekaligus endemik di Indonesia.
Selain data komunitas herpetofauna, penelitian ini juga mengkaji karakteristik vegetasi yang mempengaruhi kelimpahan herpetofauna. Hasilnya penutupan horizontal tumbuhan bawah, kepadatan vertikal semak, dan kepadatan vertikal pohon signifikan berpengaruh.
Dari penelitian ini bisa disimpulkan bahwa Taman Nasional Gunung Merapi memang merupakan salah satu benteng pertahanan yang baik bagi herpetofauna. Terbukti masih banyak jenis-jenis herpetofauna yang bisa bertahan hidup meskipun merapi belum lama menunjukkan kedasyatan letusannya.


Judul skripsi :
“Keanekaragaman Jenis Herpetofauna dan Karakteristik Vegetasi yang Berpengaruh Terhadap Kelimpahannya di Taman Nasional Gunung Merapi Paska Erupsi 2010”

Peneliti: Agus Sudibyo Jati
Email : natrixvittata@yahoo.co.id

Senin, 26 Maret 2012

Ketika Habitat Menyempit: Mampukan Burung Mandar Besar Memilih Habitat?



Burung Mandar Besar termasuk burung-burung yang tinggal di air. Ukurannya sebesar menthog, tubuhnya berwarna biru hitam dengan paruh dan kaki berwarna merah.  Termasuk burung pemalu sehingga agak sulit dijumpai. Burung ini menyukai daerah basah seperti rawa untuk tinggal, bersembunyi, dan mencari makan berupa tanaman air muda, maupun serangga air, semut, molusca, dan lain-lain.  Di Pulau Jawa hutan rawa hanya seluas 0,01% dari luas daratan. Hutan ini makin menyempit karena alih fungsi lahan menjadi area pemukiman maupun tambak. Kondisi ini tentu mengancam keberadaan burung air pada umumnya. Apabila habitat masih tersedia banyak dan luas, satwa akan melakukan pemilihan lokasi-lokasi yang dijadikan tempat beraktivitas. Namun apakah dengan menyempitnya habitat, apakah burung mandar mampu memilih habitat? Kalau mampu, bagaimana burung Mandar Besar melakukan pemilihan habitatnya? 


Untuk menjawab pertanyaan ini, Sitta Azizah, sewaktu masih mahasiswa di Fakultas Kehutanan UGM melakukan penelitian dengan mengikuti pergerakan burung ini. Penelitian dilakukan di Hutan Rawa Pantai Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo. Kawasan ini pada masa lalu merupakan rawa, namun kini masyarakat memanfaatkan area ini menjadi sawah dan hanya menyisakan rawa seluas 20% dan hutan mangrove 3% dari keseluruhan luas kawasan.

Menggunakan transmitter dan receiver, dengan terlebih dahulu menangkap burung jenis ini, Sitta mengikuti pergerakannya. Dengan transmitter kita bisa mengetahui posisi burung dengan suara yang ditimbulkan dari alat tersebut. Sehingga diketahui lokasi-lokasi yang digunakan burung mandar besar. Selama 3 bulan, dari bulan Oktober hingga Desember 2009, Burung Mandar Besar menggunakan beberapa tipe vegetasi yaitu  hutan rawa, hutan mangrove, dan sawah. Burung mandar besar menunjukkan lebih banyak memanfaatkan rawa sebagai aktivitas utamanya. Hutan rawa dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan hidup burung tersebut meliputi tempat perlindungan, istirahat, membangun sarang, dan sumber pakan.



Kurangnya perhatian maupun penelitian mengakibatkan belum adanya status perlindungan terhadap spesies ini. Meskipun persebarannya di dunia luas namun burung ini memiliki sifat pemilihan habitat yang dapat membatasi ruang hidup burung ini. Oleh karena itu keberadaan rawa di Hutan Rawa Pantai Kecamatan Ngombol perlu untuk dipertahankan khususnya bagi kelangsungan hidup burung Mandar Besar.

Judul Asli Skripsi Pemilihan Habitat Burung Mandar Besar (Porphyrio porphyrio) Di Hutan Rawa Pantai Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo. 
Skripsi S1 
Peneliti: Sitta Yusti Azizah
Email: