Monyet... Siapa tak kenal monyet? Satwa yang bernama asli Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) ini memang lebih dikenal dengan Si Topeng Monyet. Primata ini banyak tersebar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ia banyak berjasa bagi penelitian biomedis dan psikologi. Namun siapa sangka, si monyet nan lucu ternyata memiliki peran besar dalam ekosistem hutan. Ia mampu menyebarkan benih tumbuhan dari biji buah-buahan yang dikeluarkan bersama kotorannya. Ia juga memakan binatang lain seperti kepiting dan serangga sehingga turut menjaga rantai makanan. Kemampuan adaptasinya yang tinggi, membuat Monyet Ekor Panjang mampu hidup di berbagai tipe habitat, dari daerah pantai hingga pegunungan, hutan tropis basah hingga hutan tropis kering. Namun sayangnya, sangat sedikit pengetahuan tentang kehidupan monyet di alam, khususnya yang hidup liar di ekosistem kering, seperti di daerah Nusa Tenggara Timur.
Salah satu predator penting dari monyet ekor panjang adalah Komodo. Dengan kondisi daerah yang kering, dengan sumberdaya pakan sangat terbatas dan keberadaan predator, bagaimana monyet ekor panjang bertahan hidup dengan memanfaatkan ruang? Apakah monyet ekor panjang akan banyak berada di atas pohon daripada di bawah untuk menghindari predator sekaligus mencari makan?
Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Ryan, mencoba untuk mengetahui ukuran populasi dan perilaku
makan monyet yang hidup secara liar di habitat alaminya pada ekosistem hutan
tropis kering di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo. Hasilnya menunjukkan
bahwa ukuran kelompok monyet di Pulau Rinca cukup besar untuk habitat yang
serba terbatas (50
individu/kelompok) dengan jumlah infant
(bayi) yang relatif kecil karena pengaruh ketersediaan pakan dan keberadaan
predatornya, yaitu
Komodo (Varanus comodoensis). Jenis
pakan monyet di Pulau Rinca juga kurang beragam (ID Shannon-Wiener= 2,23) dibandingkan dengan habitatnya di
Kalimantan Timur yang lebih basah dimana sumberdaya pakan tersedia lebih
melimpah. Monyet di Pulau Rinca banyak menghabiskan waktunya untuk bergerak
(31%) dibandingkan untuk makan (26%) disebabkan karena habitatnya berupa hutan
yang tersebar secara patchy, sehingga
menyebabkan ia lebih banyak berpindah. Sebagian besar waktu makannya digunakan
di bagian terluar tajuk dan lantai hutan. Di bagian ini banyak terdapat buah
Bidara (Zizyphus jujuba) dan Asam (Tamarindus indica) yang matang dan
terjatuh, sehingga monyet lebih memilih memungutnya dibandingkan harus memanjat
pohon untuk mendapatkan makanan.
Penelitian lebih lanjut apakah biawak komodo benar-benar memangsa monyet dan menyebabkan jumlah infant yang lebih kecil daripada juvenile dan adult nampaknya akan bisa memberikan konfirmasi peran predator sebagai pengatur populasi monyet ekor panjang. Apabila benar, maka keberadaan populasi monyet ekor panjang akan memegang peran penting bagi populasi Komodo. Dengan demikin pengelolaan Biawak Komodo yang terancam punah tersebut, perlu dipikirkan juga upaya mengelola monyet ekor panjang.
Judul
Penelitian : Perilaku
Makan Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) pada Ekosistem
Hutan Tropis Kering di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo
Peneliti : Ryan Adi Satria
Kontak : ryanadisatria@gmail.com